BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kondisi geografis Indonesia yang terdiri
dari ribuan pulau baik besar dan kecil dengan wilayah daratan dan lautan yang
sangat luas serta posisi silang Indonesia yang sangat strategis sehingga
membawa implikasi adanya kandungan sumber kekayaan alam yang berlimpah dan
beraneka ragam yang tersebar di seluruh wilayah nusantara.
Negara Indonesia terkenal sebagai Negara
agraris, dimana sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai
petani. Pertanian merupakan sektor primer dalam perekonomian Indonesia. Artinya
pertanian merupakan sektor utama yang menyumbang hampir dari setengah
perekonomian negara. Pertanian juga memiliki peran nyata sebagai penghasil
devisa Negara melalui ekspor.
1.2
Tujuan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini yaitu agar pembaca dapat mengetahui seberapa besar
dampak dari kebijakan-kebijakan pemerintah dalam menangani permasalahan
ke[emilikan lahan pada masa penjajahan colonial belanda dan pada masa liberal.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pola
Kepemilikan Tanah
Pada
masa pemerintahan colonial belanda, tanah merupakan investasi yang sangat
penting. Pada tahun 1870 ada dua kategori utama pola kepemilikan tanah, yaitu:
1.
Pemilikan
tanah pribadi secara turun temurun
Pemilikan tanah pribadi secara turun
temurun adalah tanah warisan milik pribadi yang merupakan warisan yang dapat
secara bebas dialihakan oleh pemiliknya. Misalnya dijual, dihadiahkan, atau
dibagikan sebagai warisan. Dalam tanah pribadi ini tidak ada hambatan legal
ketika terjadi pembagian tanah garapan di antara sejumlah ahli waris.
2.
Pemilikan
bersama atas sawah (tanah irigasi)
Dalam pemilikan tanah ini, petani penggarap yang
mempunyai hak atas sawah desa tidak boleh memindahkan haknya itu tanpa
persetujuan pemerintah desa. Tanah itu tidak boleh dibagi-bagikan diantara para
ahli waris.
2.2
Pola
Penguasaan Tanah Setelah perubahan Undang-Undang Dasar Belanda 1848
Politik “tanam paksa” mendatangkan hasil yang sangat
melimpah bagi pemerintah belanda. Hal ini menimbulkan iri hati bagi pemilik
modal swasta. Karena mereka menginginkan uang hasil komoditi ekspor, maka kaum
pemilik modal kemudian menentang culturstelsel. Wakil mereka dalam parlemen
(belanda) menuntut agar bias turut campur dalam urusan tanah jajahan yang pada
saat itu hanya dipegang oleh raja dan menteri jajahan. Pada tahun 1848, UUD
belanda dirubah dengan adanya ketentuan didalamnya yang menyebutkan bahwa
pemerintah di tanah jajahan harus diatur dengan undang-undang. UU yang dimaksud
ternyata baru selesai pada tahun 1854, yaitu dengan keluarnya regerings
reglement (RR) 1854. Salah satu isi dari pasal 62 RR ini menyatakan bahwa
gubernur jenderal boleh menyewakan tanah dengan ketentuan yang akan ditetapkan
dengan ordenasi.
2.3
Masalah Tanah di Indonesia pada Masa
Liberal
Pada masa liberal di Indonesia terkait
dengan masalah tanah terdapat beberapa peristiwa yang terjadi misalnya:
1.
Pada
tahun 1870 keluar agrarische wet sebagai penutup system tanam paksa di
Indonesia.
2.
Dalam
kepemilikan tanah terjadi mudahnya hibah jangka panjang bagi perusahaan swasta
eropa.
3.
Para
pengusaha asing mempunyai kesempatan untuk menyewa tanah garapan para penduduk.
4.
Masyarakat
pribumi diberi hak kepemilikan individu yang berlaku secara turun-temurun.
Dalam hal ini meskipun banyak tanh milik penduduk yang disewa oleh pihak swasta
asing tetapi mereka masih punya hak untuk memiliki tanah dan mewariskan tanah
tersebut pada ahli warisnya.
5.
Terbukanya
tanah jajahan bagi penanam modal swasta belanda dan terjadi pembukaan
tanah-tanah perkebunan swasta di Indonesia.
6.
Masyarakat
mulai mengenal sistem uang dengan adanya system kerja upah bebas pada areal
perkebunan.
2.4
Lahirnya Undang-Undang Agrarische Wet
1870
Undang-undang agraria (Agrarische Wet)
ditetapkan pertama kali pada tanggal 9 April 1870. Keluarnya undang-undang ini
merupakan momentum penting yang menjadi dasar utama perkembangan perkebunan dan
pertanian swasta di Indonesia. Dengan adanya undang-undang ini para pemilik
modal asing bangsa belanda maupun orang eropa lainnya mendapat kesempatan luas
untuk berusaha dibidang perkebunan dan pertanian. Sejak itu pula keuntungan
besar yang diperoleh dari ekspor hasil perkebunan dan pertanian tersebut
dinikmati oleh para pemodal asing. Tetapi sebaliknya penderitaan dipikul rakyat
di negeri jajahan. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi lahirnya Agrarische
Wet 1870 (UU agrarian). Yaitu:
1.
Pada
tahun 1870 merupakan awal dari politik liberal belanda yang diterapkan di
hindia belanda.
2.
Dengan
berkembangnya system liberal para pengusaha swasta belanda merasa usahanya
dibidang perkebunan dan pertanian mendapat rintangan dari STP. Dengan adanya UU
agrarian ini mereka menuntut diberikannya kesempatan lebih besar untuk membuka
lahan perkebunan dan pertanian di indonesia.
3.
System
STP yang semakin progresif.
4.
Disahkannya
Agrarische Wet staatsblad no. 55 1870.
2.5
Perkebunan
dan Pertanian di Indonesia Setelah Pemberlakuan Agrarische Wet 1870
Berkaitan dengan sejarah perkembangan
perkebunan dan pertanian, yaitu pada masa sekitar 1870-an pengusaha perkebunan
dan pertanian di Indonesia terutama diarahkan pada komoditi ekspor untuk
pemenuhan kebutuhan pasar internasyonal, khususnya eropa. Dengan kebijakan
politik perekonomian tersebut, serta di dukung potensi tanah dan tenaga kerja
yang murah, maka kebijakan pemerintah colonial itu tidak sulit untuk
dijalankan. Hal ini sesuai dengan politik colonial belanda yang mengeksploitasi
tanah jajahan bagi kemakmuran negeri induk. Dengan adanya undang-undang agraria
tahun 1870, maka mulailah dibuka areal-areal perkebunan dan pertanian, baik di
dataran rendah maupun didataran tinggi. Pembukaan areal itu, disamping
memanfaatkan tanah-tanah tak bertuan, seperti rawa dan hutan tropis juga
menggunakan tanah-tanah milik rakyat yang diambil alih, baik dengan cara disewa
untuk jangka waktu yang lama ataupun dibeli dengan harga yang rendah guna
kepentingan perkebunan maupun pertanian.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai dinamika
kepemilikan lahan patani di Indonesia yang telah di uraikan di atas, maka dapat
di tarik kesimpilan sebagai berikut:
1.
Pola
kepemilikan tanah dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu Pemilikan tanah
pribadi secara turun temurun dan Pemilikan bersama atas sawah (tanah irigasi).
2.
Dengan
Lahirnya Undang-Undang Agrarische Wet 1870, bangsa belanda maupun orang eropa
lainnya mendapat kesempatan luas untuk berusaha dibidang perkebunan dan
pertanian.
3.
Areal-areal
perkebunan dan pertanian mulai dibuka setelah adanya undang-undang agraria
tahun 1870.
4.
pemodal
asing memperoleh keuntungan besar ekspor hasil perkebunan dan pertanian setelah
adanya undang-undang agraria tahun 1870.
3.2 Harapan
Dengan adanya makalah ini diharapkan
pembaca dapat memahami dan mengerti sejarah singkat mengenai dinamika
kepemilikan lahan pertanian di Indonesia. Dan dengan adanya makalah ini,
diharapkan dapat memberi informasi yang positif kepada pembacanya sehingga kedepannya
makalah ini mampu membawa dampak nyata yang memberi nilai-nilai kebaikaikan
untuk di implementasikan di kehidupan sehari-hari.
http://www.id.m.wikipedia.org/wiki/Undang-undang/_agraria_1870.
Di Akses Pada Tanggal 26 Juni 2013.
http://www.ryntama-fib07.web.unair.ac.id/artikel_detail-35755-umum-PERALIHAN%20FUNGSI%20TANAH%20DARI%20TANAH%20PERTANIAN%20MENJADI%20PERKEBUNAN.
Di Akses Pada Tanggal 26 Juni 2013. Di
Akses Pada Tanggal 26 Juni 2013.
http://www.twentynov.blogspot.com/2010/09/pola-penguasaan-tanah-di-indonesia.html?m=1).
Di Akses Pada Tanggal 26 Juni 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar