Powered By Blogger

Senin, 23 Mei 2011

Laporan Fisiologi Biota Air(Osmoregulasi dan Respirasi)

LAPORAN OSMOREGULASI
I.       PENDAHUL UAN
1.1.  Latar Belakang
            Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari fungsi mekanisme, dan cara kerja dari organ, jaringan, dan sel-sel organisme. Fisiologi juga merupakan ilmu yang mempelajari faktor-faktor fisika dan kimia yang mempengaruhi seluruh proses kehidupan. Jenis kehidupan yang dimaksudkan disini yaitu, mulai dari makhluk hidup sederhana seperti virus yang bersel satu sampai manusia yang mempunyai susunan sel yang lebih rumit, dan mempunyai sifat-sifat fungsional tersendiri. Sedangkan fisiologi ikan adalah ilmu yang mempelajari fungsi kegiatan kehidupan zat hidup (organ, jaringan, atau sel) dan fenomena fisika dan kimia yang mempengaruhi seluruh proses kehidupan ikan.
Air merupakan media hidup ikan. Medium suatu perairan berbeda-beda ada perairan tawar, laut dan payau. Ikan-ikan yang hidup pada media-media ini telah mampu beradaptasi secara berkelanjutan sampai ia mengalami mortalitas atau kematian.
            Cara ikan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya berhubungan dengan kandungan kadar garam dalam perairan. Oleh karena itu ikan mempunyai daya osmoregulasi. Batas toleransi kadar garam berbeda-beda untuk setiap jenis ikan. Ikan yang mempunyai batas toleransi yang besar terhadap salinitas disebut euryhaline, sedangkan yang mempunyai toleransi yang sempit terhadap salinitas disebut stenohaline. Pentingnya mempelajari toleransi terhadap salinitas bagi organisme perairan khususnya ikan, maka praktikum ini dilaksanakan.
1.2.    Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui daya toleransi ikan-ikan terhadap salinitas.
Kegunaan diadakannya praktikum ini adalah agar praktikan dapat melihat secara langsung keadaan dan cara ikan dalam mengatasi kisaran salinitas yang tinggi.

 II.            TINJAUAN PUSTAKA
Bentuk luar ikan lele dumbo yaitu memanjang, bentuk kepala pipih dan tidak bersisik. Mempunyai sungut yang memanjang yang terletak di sekitar kepala sebagai alat peraba.
Klasifikasi ikan lele dumbo adalah sebagai berikut:
Kingdom         :  Animalia
Sub kingdom  :  Metazoa
Phylum           :  Vertebrata
Class               :  Pisces
Sub Class        :  Teleostei
Ordo               :  Ostariophisoidei
Sub Ordo        :  Siluroidea
Family             :  Claridae
Genus              : Clarias
Spesies            :  Clarias Gariepinus
(http://www.gandainc.blogspot.com/2008/09/genetika-ikan-lele-dumbo).
Pada umumnya ikan air tawar bila di pindahkan ke air laut maka keadaan tubuhnya akan menjadi hipotonik terhadap lingkungan. Keadaan ini menyebabkan air keluar dari tubuh sehingga kadar garam di dalam tubuh akan meningkat. Seiring meningkatnya kadar garam dalam tubuh, ikan yang melakukan mekanisme ini di sebut euryhalin. Karena ikan lele dumbo tidak melakukan mekanisme ini, maka ikan lele dumbo di golongkan kedalam stenohali.
(http://www.wibowo19.wordpress.com/2009/06/osmoregulasi).
Osmoregulasi adalah proses mengatur konsentrasi cairan danmenyeimbangkan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup. Proses osmoregulasi di perlukan karena adanya perbedaan konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan disekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air maka ia akan mengembang, begitu pula sebaliknya jika terlalu sedikit air, maka sel akan mengerut dan mati.
(http://www.wikipedia.org/wiki/osmoregulasi).
Osmoregulasi dilakukan oleh ikan sebagai langkah untuk menyeimbangkan tekanan osmose antara substansi dalam tubuhnya dengan lingkungan melalui sel yang permeable.
Menurut Effendi (2003), ikan mempunyai tekanan osmotik yang berbeda dengan lingkungannya, oleh karena itu ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air, agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat berlangsung dengan normal. Pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh pada ikan ini disebut osmoregulasi.
Osmoregulasi pada ikan air tawar melibatkan pengambilan ion dari lingkungan untuk membatasi kehilangan ion. Air akan masuk ke tubuh ikan karena kondisi tubuhnya hipertonik, sehingga ikan banyak mengeksresikan air dan menahan ion. Pada ikan air tawar tekanan osmosis merupakan konsentrasi garam dan substansi lain dalam darah harus lebih tinggi dari air disekitarnya oleh karena perbedaan dalam konsentrasi tersebut pada ikan air tawar air akan terdorong melalui permukaan tubuh dan insang secara aktif untuk kemudian diambil garam-garamnya dan dikeluarkan sebagai urine yang banyak ( Romimohtarto, 1999).
Ikan sebagai hewan yang hidup di air mempunyai kapasitas osmoregulasi melalui membran yang dalam hal ini adalah insang. Terganggunya proses osmoregulasi dapat disebabkan karena insang menjadi lebih permeabel sehingga sulit dilalui air.  Akibatnya pengeluaran garam dari insang menjadi terhenti dan menyebabkan gagal ginjal ( Lesmana, 2001).
Proses osmoregulasi pada ikan air tawar menyebabkan mineral dan garam cepat hilang pada air pemeliharaan, sedangkan pada pemeliharaan ikan laut, air akan menjadi semakin pekat akibat pengeluaran garam dan pengambilan air             (Subani, 1984).
Perbedaan tekanan osmoregulasi pada beberapa golongan ikan, maka struktur organ-organ osmoregulasinyapun berbeda-beda. Semakain jauh perbedaan tekanan osmose antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi ( Kimbal, 1992).

 III.              METODE PRAKTEK
3.1.    Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi Biota Air dilaksanakan pada tanggal 25 April 2011, pada pukul 13.00 Wita sampai dengan selesai, dan bertempat di Laboratorium Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu.
3.2.    Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah akuarium, plastic, timbangan dan alat tulis menulis.
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah garam dapur atau NaCl, air dan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dalam keadaan hidup.
3.3.    Cara Kerja
  1. Menyediakan garam dapur dari 200 gr sampai 2000 gr.
  2. Menimbang berat ikan sebelum di masukkan kedalam akuarium.
  3. Memasukkan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ke dalam akuarium dan menghitung jumlah pernapasannya.
  4. memasukkan garam dapur sebanyak 200 gr kemudian mengaduk air dalam akuarium dan menghitung bukaan mulut ikan selama 3 menit.
  5. Menambahkan garam dapur secara terus menerus sampai ikan mengalami kematian atau maksimal 10 kali penambahan garam.
  6. Menghitung berat ikan sesudah perlakuan.
IV.              HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.    Hasil
Berdasarkan pengamatan di laboratorium maka dapat diperoleh hasil         sebagai berikut :
Grafik 1. Perubahan salinitas
Tabel 1. Pengukuran berat ikan

Berat ikan
Sebelum perlakuan
30
Sesudah perlakuan
32
  4.2    Pembahasan
Berdasarkan pengamatan pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) saat praktikum, yang terjadi setelah air di tambahkan garam sebanyak 200 gr yaitu ikan tampak meronta dan tampak bernapas dengan cepat karna ikan mulai menyesuaikan dirinya pada lingkungan yang baru. Dengan bertambahnya salinitas hingga 5 0/00 bukaan mulut ikan juga bertambah mulai dari 225 bukaan menjadi 249. Sedangkan pada penambahan garam 400 gr, 600 gr, hingga 800 gr, bukaan mulut ikan semakin menurun.
Pada awal dan akhir praktikum dilakukan penimbangan pada ikan terlebih dahulu. Berat ikan pada awal perlakuan yaitu 30 gr, sedangkan pada akhir perlakuan berat ikan bertambah menjadi 32 gr. Hal ini terjadi karena ikan yang kita praktekkan banyak kemasukan air dalam tubuhnya sehingga sel dalam tubuh ikan tidak mengalami penyusutan. Hal ini di perkuat dengan adanya pernyataan yang menyatakan bahwa jika sebuah sel menerima terlalu banyak air maka ia akan mengembang, begitu pula sebaliknya jika terlalu sedikit air, maka sel akan mengerut dan mati.
(http://www.wikipedia.org/wiki/osmoregulasi).
Pada penambahan garam berikutnya yaitu 1000 gr dengan salinitas 25 0/00 bukaan mulut ikan kembali bertambah, ikan membuka mulutnya hingga 10 kali, hal ini terjadi karena pada saat penambahan garam sebanyak 1000 gr, ikan lele tersebut belum mati akan tetapi ikan sudah lemas, sehingga terkadang ikan ikan harus bernapas untuk mempertahankan dirinya tetap hidup pada kondisi perairan dengan salinitas yang terus bertambah.
Selanjutnya bukaan mulut ikan menurun kembali pada saat penambahan garam 1200 gr hingga penambahan garam mencapai 1600 gr dengan salinitas 40 0/00. Hal ini wajar terjadi karena ikan sudah sangat lemah untuk bertahan pada salinitas perairan yang sangat tinggi. Berikutnya dilakukan penambahan garam yang terakhir yaitu penambahan garam 1800 gr dengan salinitas 45 0/00. Pada kondisi ini bukaan mulut ikan bertambah yang awalnya hanya 1 kali bukaan selama 3 menit, sekarang menjadi 3 bukaan. Akan tetapi setelah itu ikan langsung mati.
Dari grafik dapat di lihat bahwa Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) menjadi mati pada penambahan air garam sebanyak 1800 gr. Hal ini disebabkan karena ikan tidak mampu lagi mengimbangi salinitas yang ada di air, hal ini diperkuat dengan pernyataan Lesmana (2001), bahwa Ikan sebagai hewan yang hidup di air mempunyai kapasitas osmoregulasi melalui membran yang dalam hal ini adalah insang. Terganggunya proses osmoregulasi dapat disebabkan karena insang menjadi lebih permeabel sehingga sulit dilalui air.  Akibatnya pengeluaran garam dari insang menjadi terhenti dan menyebabkan gagal ginjal dan akan menyebabkan ikan mati.

V.  KESIMPULAN DAN SARAN
5.1   Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan         sebagai berikut :
  1. Lele dumbo tergolong kedalam stenohalin.
  2.  Jumlah respirasi ikan tertinggi di temukan saat air dalam akuarium di tambahkan 200 gr garam. Sedangkan jumlah respirasi terendah di dapat saat air di tambah dengan 1400 gr dan 1600 gr garam, dimana ikan hanya sekali saja membuka mulutnya.
  3. Berat ikan mengalami kenaikan setelah perlakuan. Dari timbangan awal hanya 30 gr tapi setelah perlakuan berat ikan mengalami kenaikan menjadi 32 gr.
5.2.    Saran
Saya sebagai praktikan menyarankan agar pada praktikum selanjutnya praktikan tidak di biarkan berkeliaran setelah usai praktikum yang pertama.
 
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, 2003. Metode pengukuran kualitas air, IPB. Bogor.





Kimbal, 1992. Biologi Dasar. Erlangga, Jakarta

Lesmana. D., 2001. Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya, Jakarta.

Romihmohtarto. K., 1999. Biologi Laut. Lippi, Jakarta.

Subani, 1984. Kehidupan  Di Dalam Air. Tira Pustaka, Jakarta.









 
LAPORAN RESPIRASI

I.                   PENDAHULUAN
1.1.    Latar Belakang
Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari fungsi mekanisme, dan cara kerja dari organ, jaringan, dan sel-sel organisme. Fisiologi juga merupakan ilmu yang mempelajari faktor-faktor fisika dan kimia yang mempengaruhi seluruh proses kehidupan. Jenis kehidupan yang dimaksudkan disini yaitu, mulai dari makhluk hidup sederhana seperti virus yang bersel satu sampai manusia yang mempunyai susunan sel yang lebih rumit, dan mempunyai sifat-sifat fungsional tersendiri. Sedangkan fisiologi ikan adalah ilmu yang mempelajari fungsi kegiatan kehidupan zat hidup (organ, jaringan, atau sel) dan fenomena fisika dan kimia yang mempengaruhi seluruh proses kehidupan ikan.
Respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen, pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Respirasi dapat di bedakan atas dua jenis, yaitur repirasi luar yang merupakan pertukaran antara oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara. Serta respirasi dalam yang merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida dari aliran darah ke sel-sel tubuh.
Alat respirasi pada ikan yang utama pada umumnya adalah insang. Selain insang yang di gunakan sebagai alat pernapasan, ada juga beberapa jenis ikan yang menggunakan alat pernapasan tambahan sebagai alat bantu untuk mengadaptasikan diri dengan lingkungan yang kurang sesuai untuk organisme tersebut.
1.2.    Tujuan dan Kegunaan
Tujuan diadakannya praktikum fisiologi ini adalah agar para praktikan dapat mengetahui mekanisme respirasi pada ikan dari air lewat permukaan insang dan pegambilan oksigen dari udara bebas.
Kegunaan diadakannya praktikum ini adalah praktikan dapat melihat secara langsung mekanisme pernapasan ikan baik pengambilan udara di air dan udara bebas.

 II.                TINJAUAN PUSTAKA
Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) memiliki bentuk badan pipih, dengan warna abu-abu, coklat atau hitam. Ikan ini awalnya berasal dari perairan afrika dan pertama kali di temukan di indonesia oleh bapak mujair di muara sungai serang apantai selatan blitar jawa timur pada tahun 1939.
Klasifikasi ikan mujair (Oreochromis mossambicus)  adalah sebagai berikut:
Class           :  Pisces
Sub Class   :  Teleostei
Ordo          :  Percomorphi
Sub Ordo   :  Percoidea
Family        :  Cichlidae
Genus         : Oreochromis
Spesies       :  Oreochromis mossambicus
(http://www.sutanmuda.wordpress.com/2008/07/08).
Organ pernapasan ikan adalah insang. Insang dimiliki oleh jenis ikan (pisces). Insang berbentuk lembaran-lembaran tipis berwarna merah muda dan selalu lembap. Bagian terluar dari insang berhubungan dengan air, sedangkan bagian dalam berhubungan erat dengan kapiler-kapiler darah. Tiap lembaran insang terdiri dari sepasang filamen, dan tiap filamen mengandung banyak lapisan tipis (lamela). Pada filamen terdapat pembuluh darah yang memiliki banyak kapiler sehingga memungkinkan OZ berdifusi masuk dan CO2 berdifusi keluar. Insang pada ikan bertulang sejati ditutupi oleh tutup insang yang disebut operkulum, sedangkan insang pada ikan bertulang rawan tidak ditutupi oleh operkulum.
(http://www.digilib.itb.ac.id/files/disk1/529/jbptitbpp-gdl-biofagriar-26421-1-lapprak-i.pdf)
Selain insang dan paru-paru, beberapa jenis ikan memiliki alat pernapasan tambahan yang dapat mengambil oksigen secara langsung dari udara. Ikan – ikan yang memiliki alat pernapasan tambahan mampu bertahan dalam keadaan hipoxia bahkan anoxia (Fujaya, 2004).
Kebutuhan oksigen untuk setiap jenis ikan sangat berbeda karena perbedaan sel darahnya. Ikan yang gesit umumnya lebih banyak membutuhkan oksigen langsung dari udara sedangkan oksigen dalam air tidak terlalu berpengaruh pada kehidupannya (Lesmana, 2001).
Kekurangan oksigen air berkaitan erat dengan faktor lingkungan dan ini sering menjadi sebab timbulnya kelainan pada ikan. Proses respirasi berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen dalam air, bila proses respirasi meningkat maka akan mempercepat penurunan konsentrasi Oksigen kecuali bila kolam tersebut dilengkapi dengan water pump (Irawan, 2004).
Sebagai organisme air, ikan memiliki kadar oksigen terlarut yang tersedia di dalam air, kadar oksigen yang cukup baik untuk mujair (Oreochromis mossambicus)  berkisar antara 3-5 ppm. Keadaan CO2 yang masih dapat ditoleransi oleh ikan mujair (Oreochromis mossambicus)  antara 15-30 ppm (Djarijah, 1996).

I.                   METODE PRAKTEK
3.1.    Waktu danTempat
Praktikum Fisiologi Biota Air tentang respirasi dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 4 Mei 2011, pukul 13.00 Wita sampai dengan selesai dan bertempat di Laboratorium Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu.
3.2.    Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Pan, kantong plastik, karet gelang, stopwatch, akuarium. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air dan 3 ekor ikan mujair (Oreochromis mossambicus) dalam keadaan hidup.
3.3.    Cara Kerja
  1. Menyediakan 3 ekor ikan mujair (Oreochromis mossambicus).
  2. Menimbang ikan mujair (Oreochromis mossambicus) sebelum di praktekkan.
  3. Memasukkan ikan mujair (Oreochromis mossambicus) pertama ke dalam plastik yang telah di isi air, kemudian menutup plastik tersebut dengan karet gelang hingga tidak terdapat ruang udara yang masuk kedalam kantung tersebut dan mencatatat pernapasannya.
  4. Meletakkan ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang kedua di atas pan tanpa air dan menghitung pernapasannya.
  5. Memasukkan ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang ketiga ke dalam akuarium dan mencatat pula pernapasannya dengan waktu yang sama yaitu selama 3 menit.
  6. Menimbang kembali ikan mujair (Oreochromis mossambicus) tersebut setelah perlakuan.
I.                   HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Hasil
Berdasarkan pengamatan dilaboratorium dapat diperoleh hasil sebagai berikut:

Grafik 1. Frekwensi Respirasi Normal
Perhitungan:
Ø  Respirasi Normal
Rn  = R / n) kali / 3 menit
= (2951 / 10) kali / 3 menit
= 295,1 / 3 menit
= 98,36 kali / menit
 

Grafik 2. Frekwensi Respirasi Di Dalam Plastik
Perhitungan:
Ø  Respirasi Dalam Plastik
Rp  = (ŻR+Rn) / (n + 1) / 3 menit
= (2933 + 98,36) / (10 + 1) kali/3 menit
= (3031,36/11) kali / 3 menit
= 27,57 kali / 3 menit
= 91,85 kali / menit

Grafik 3. Frekwensi Respirasi di udara Bebas
Perhitungan:
Ø  Respirasi Pada Udara Bebas
Rs   = R / 3n kali) / menit
= 304 / 30 kali / 3 menit
= 10,13 kali / 3 menit
= 3,37 kali / menit
Tabel 1. Berat ikan sebelum dan sesudah perlakuan.

Berat ikan sebelum
perlakuan
Berat ikan setelah
 Perlakuan
Dalam plastik
48,3
47,6
Dalam pan
27,9
27,3
Normal
35,4
34,3
 
4.2  Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di laboratorium, pada ikan yang berada dalam kondisi normal, pernapasannya menurun mulai dari awal perlakuan hingga akhir perlakuan yaitu dari 321 hingga menjadi 260. Hal ini disebabkan karena ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang di praktekkan cenderung berdiam diri yang menyebabkan kebutuhan oksigen bagi tubuh ikan tidak begitu besar. Hal ini di perkuat dengan adanya pernyataan Lesmana (2001), yang menyatakan Kebutuhan oksigen untuk setiap jenis ikan sangat berbeda karena perbedaan sel darahnya. Ikan yang gesit umumnya lebih banyak membutuhkan oksigen langsung dari udara sedangkan oksigen dalam air tidak terlalu berpengaruh pada kehidupannya.
Pernapasan ikan di dalam plastik menunjukan persentase yang naik karena pada saat di dalam plastik kadar oksigen semakin lama semakin menurun sehingga ikan semakin berusaha untuk mendapatkan oksigen terlarut dengan mempercepat bukaan mulutnya. Walaupun kadar oksigen terlarut di dalam plastik terus menurun tapi ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang ada di dalamnya masih dapat hidup. Hal ini disebabkan karena ikan mujair (Oreochromis mossambicus) mampu bertahan dalam keadaan yang krisis oksigen. Peryataan ini di perkuat dengan adanya pernyataan Amri (2003), yang menyatakan Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) termasuk ikan yang tahan dalam kondisi kekurangan oksigen, Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) juga dapat bertahan hidup beberapa lama di darat tanpa air dan kandungan O2 yang baik minimal 4 mg/l.

Pada grafik pengambilan Oksigen di udara bebas, persentase grafiknya terus menurun dengan drastis. Hal ini mungkin terjadi karena ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang ada dalam pan tidak dapat bernapas dengan baik karena oksigen yang di perlukan ikan mujair (Oreochromis mossambicus) hanya oksigen terlarut, dan bukan oksigen bebas. Hal ini pula yang menyebabkan ikan yang ada dalam pan mengalami kematian sebelum sampai pada pengulangan yang ke-10. Hal ini diperkuat dengan adanya pernyataan yang menyatakan bahwa banyak jenis ikan yang dapat hidup dalam keadaan kandungan oksigen terlarut yang sangat rendah sekali, akan tetapi semua ikan tidak dapat hidup tanpa oksigen terlarut sama sekali. Karena oksigen terlarut sangat di perlukan oleh semua bentuk kehidupan akuatik untuk proses pembakaran dalam tubuh.
Bobot ikan mujair (Oreochromis mossambicus) setelah perlakuan semuanya mengalami penurunan baik yang ada didalam akuarium, plastik, maupun udara bebas. Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang ada di dalam akuarim memiliki berat awal 35,4 gr, setelah perlakuan mengalami penyusutan menjadi 34,3 gr, Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang ada di dalam plastik memiliki berat awal 48,3 gr, setelah perlakuan mengalami penyusutan menjadi 47,6 gr, begitu juga ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang ada di udara bebas berat awalnya 27,9 gr setelah perlakuan menyusut menjadi 27,3 gr.  Hal ini mungkin disebabkan karena adanya pengaruh dari oksigen terhadap proses di dalam tubuh ikan sehingga kondisi ikan tidak optimal. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Sucipto dan Prihartono (2005), yang menyatakan ikan memerlukan oksigen untuk bernapas dan pembakaran makanan, untuk aktivitas berenang dan pertumbuhan reproduksi. Nilai oksigen dalam pengelolaan kesehatan ikan sangat penting karena kondisi yang kurang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan dapat mengakibatkan ikan stres sehingga mudah terserang penyakit dan mati.
 
I.                   KESIMPULAN DAN SARAN
5.1  Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
  1. Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang ada di dalam akuarium lebih tahan dibandingkan dengan ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang ada di dalam pan maupun ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang ada di dalam plastik.
  2. Jumlah respirasi yang mengalami penurunan drastis yaitu ikan yang ada di dalam pan. Dengan jumlah respirasi mulai dari 118 hingga 18 kali dan selanjutnya ikan mengalami kematian pada pengulangan yang ke-5.
  3. Semua ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang di amati dalam wadah mengalami penyusutan berat setelah perlakuan.
5.2  Saran
Karena pada praktikum fisiologi mengenai respirasi ini di butuhkan ketelitian dalam mengamati bukaan mulut ikan, jadi untuk praktikum selanjutnya, di harapkan praktikan di awasi dengan ketat agar tidak terjadi kekeliruan dalam pengamatannya.
 
DAFTAR PUSTAKA
Amri, K., 2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.
 Djarijah, S., 1996. Nila Merah Pembenihan dan Pembesaran Secara Intensif. Kanisius, Yogyakarta.
 Fujaya.Y., 2004. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta, Jakarta.
 http://www.digilib.itb.ac.id/files/disk1/529/jbptitbpp-gdl-biofagriar-26421-1-lapprak-i.pdf. Di akses pada tanggal 04 Mei 2011.
 http://www.masantos.wordpress.com/2007/02/08. Di akses pada tanggal 09 Mei 2011
 http://www.sutanmuda.wordpress.com/2008/07/08. Di akses pada tanggal 04 Mei 2011.
 Irawan, A., 2004. Menanggulangi Hama Dan Penyakit Ikan. CV Aneka
Lesmana. D., 2001. Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya, Jakarta.
  Sucipto, A., dan E.,Prihartono, 2005. Pembesaran Ikan Nila Merah Merah Bangkok Di Karamba Jaring Apung, Kolam Air Deras, Kolam Air Tenang Dan Karamba. Penebar Swadaya, Jakarta.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar